Selasa, 26 Oktober 2021

Asal Mula Ilmu Pernapasan Sinar Putih #SinarPutih #Sejarah

SEJARAH KEILMUAN SINAR PUTIH

Silsilah keilmuan dalam Lembaga Bela Diri (LBD) Sinar Putih "diyakini" bersambung kepada Syekh Syarif Hidayatullah alias Sunan Gunung Jati. Konon, beliau belajar kepada pamannya yang bernama Raden Walangsungsang (ada yang menyebut Raden Kian Santang) alias Sri Mangana Cakrabuana, pendiri Keraton Cirebon, yang juga putra dari Prabu Siliwangi. Namun, ini baru sebatas keyakinan, bukan klaim kesejarahan. Perlu dilakukan banyak riset mendalam guna menemukan bukti-bukti kuat yang mendukung kebenaran fakta sejarah.

Dikarenakan penyebarannya yang dilakukan secara rahasia, maka keberadaan ilmu pernapasan ini tidak diketahui lagi setelah era Sunan Gunung Jati. Barulah di kemudian hari, muncul kembali melalui Abah Andadinata (lahir 1893, wafat 30 Januari 1969) yang memiliki darah menak (bangsawan) Sumedang. Beliau lahir di Kampung Rancabayawak, Majalaya, sekitar 30 km ke arah tenggara dari Bandung.

Abah Andadinata

Ilmu ini diperoleh dari para ulama, terutama dari Mama Ajengan Syekh H. Abdul Kahfi, seorang ulama di wilayah Petaruman, Tarogong, Garut. Yaitu berupa ilmu hikmah yang disebut HaqmaliyahSementara ilmu pencak-silat pertama yang dikuasai Abah Andadinata adalah Silat Peksi Muih, sebagai warisan dari keluarganya. Kelak di kemudian hari, inti dari Silat Peksi Muih ini berkembang menjadi Jurus Payung Rasul.

Ilmu hikmah lainya diperoleh dari pengajian ta’lim di kediaman Mama Ajengan Asep Samsudin, di Kasepuhan Cirebon.

Berbekal petunjuk dari Mama Ajengan Asep Samsudin, Abah Andadinata kemudian datang ke padepokan silat milik Juragan R. Haji Ibrahim, yang dikenal sebagai pendiri dan pencetus ilmu silat Maenpo Cikalong. Di sana, beliau belajar gerakan Jurus 10 dari R. Hasan, yang masih keluarga dari Juragan R. Haji Ibrahim.

Abah Andadinata,  R. Hasan, beserta Mama Endin (dari Samarang, Garut) merupakan tiga serangkai murid Syekh H. Abdul Kahfi.

Tokoh Maenpo Cikalong lainnya yang menjadi guru Abah Andadinata adalah Juragan R. Haji Abdullah yang mewarisi ilmu pencak-silat Sabandar dari gurunya, Moh. Kosim (berasal dari Pagaruyung, Minangkabau, Sumatera Barat).

Pengaruh ilmu silat Bugis dan Madura didapat sewaktu Abah Andadinata bertualang di pesisir utara Cirebon, di mana bermukim kelompok masyarakat yang merupakan keturunan para prajurit Bugis dan Madura.

Para prajurit Bugis dan Madura yang menjadi leluhur dari kelompok masyarakat di pesisir utara Cirebon tersebut adalah pengikut Dipati Anom (Amangkurat Amral), salah seorang putra Sultan Mataram Susuhunan Amangkurat I, yang menyingkir ke barat untuk meminta suaka kepada Sultan Cirebon. Ketika itu, Dipati Anom tengah berseteru dengan ayahnya sendiri.

Selanjutnya, diperkaya lagi dengan ilmu silat murni Maenpo Selah Eurih, warisan dari Juragan R. Haji Soma. Pengaruh silat Tiongkok Kun-tauw dan Mande diperoleh dari Mbah Khaer. Sedangkan pengaruh silat Betawi diperoleh dari Abang Madi dan Abang Kari yang tak lain adalah guru dari Juragan R. Haji Ibrahim.

Semua itu lantas digabungkan, diramu-padu dengan ilmu silat yang beliau miliki, hingga terciptalah jurus-jurus Sinar Putih seperti yang ada sekarang ini.  Meskipun jurus-jurusnya berbasis kepada gerak pencak-silat, tetapi sesungguhnya jurus-jurus tersebut adalah ilmu bela diri pernapasan yang mengandung tenaga dalam.

Abah Andadinata kemudian mengangkat beberapa orang murid, yaitu Mang Suhendi, Mang Uwen, Mang Ulis, Sukabdjo, dan Dan Suwaryono. Dan Suwaryono (Pak Dan) adalah seorang wartawan pada sebuah surat kabar mingguan, yang juga merangkap dosen di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) Yogyakarta.

Dan Suwaryono (Pak Dan)

Pak Dan sendiri mengajarkan ilmunya hanya secara terbatas di lingkungan kampung dan di kalangan anggota kegiatan pengajian di masjid. Baru kemudian di antara murid-muridnya, ada yang mendirikan perguruan silat terkenal. Antara lain, Drs. Aspanudin Panjaitan, mendirikan Prana Sakti pada tahun 1975. Kemudian ada Bapak Drs. H. Mudhoffar Ash-Shidiq, mendirikan Sinar Putih pada tahun 1980. Lalu ada tiga serangkai Ir. H. Andi Lala Baso, Sam Sumanta, dan Mukhtar Effendi, mendirikan Prana Sakti Jayakarta pada tahun 1989.

Ada lagi perguruan Satria Nusantara (pendirinya sekitar 15 orang, tetapi yang terkenal adalah Drs. Maryanto), Al-Barokah, Indonesia Perkasa, Al-Ikhlas, Senam Nafas Indonesia, Cahaya Suci, dan lain-lain. Pada perkembangan inilah, terdapat pula beberapa orang murid Pak Dan yang ber-ijtihad menggabungkan ilmu pernapasan-murni ini dengan bacaan dzikir tertentu.

Meskipun ilmu pernapasan ini kemudian dikenal secara luas, namun penyebarannya masih tetap dari mulut ke mulut.

Adapun perguruan Prana Sakti yang didirikan oleh Drs. Aspanudin Panjaitan, adalah merupakan perguruan pertama dalam aliran ilmu pernapasan ini, walaupun beliau bukanlah murid langsung dari Pak Dan.

Pak Dan mengangkat Bapak Drs. H. Mudhoffar Ash-Shidiq sebagai murid terakhir. Sebelum akhir hayatnya, Pak Dan memberikan kunci dan cara pengembangan keilmuan kepada Bapak Mudhoffar. Hal itu adalah berkat kesetiaan dan keikhlasan Bapak Mudhoffar dalam mengurus guru beliau. Sehingga kemudian terbukalah ‘rahasia’ bahwa ilmu Payung Rasul yang bersifat semi-bertahan-aktif bukanlah ilmu tertinggi, akan tetapi merupakan jurus awal keilmuan menuju Ilmu-ilmu selanjutnya yang bersifat menyerang-aktif dan dapat dilontarkan tanpa harus ‘menunggu’ emosi lawan.

Drs. K.H. Mudhoffar Ash-Shidiq

Pada tahun 1980, Bapak Mudhoffar mendirikan Lembaga Bela Diri (LBD) Sinar Putih. Selain mengembangkan dan mengajarkan ilmu pernapasan yang diperoleh dari Pak Dan (yang di kemudian hari disebut Kelompok B), Sinar Putih juga mengembangkan dan mengajarkan ilmu silat khas (sekarang di sebut Kelompok A).

Tingkatan jurus dalam Ilmu Pernapasan Sinar Putih cukup banyak, dan membutuhkan waktu lama hingga puluhan tahun untuk dapat menyelesaikannya. Dan berdasarkan keputusan pengurus LBD Sinar Putih Pusat, penelitian secara ilmiah hanya boleh dilakukan sampai tingkat Jurus Payung saja.

Sedangkan untuk mempelajari ilmu Sinar Putih, dasar awalnya adalah menguasai Jurus Payung terlebih dahulu. Baru kemudian bisa mempelajari tingkatan jurus ilmu Sinar Putih selanjutnya, yaitu: Bayu Pamungkas (12 tingkat), Payung Rasul, Al-Manazil (7 tingkat), Sungkup, Panglayungan, dan seterusnya.

Panglayungan adalah jurus khusus yang hanya diberikan kepada anggota/warga Sinar Putih yang terpilih, karena jurus ini berfungsi untuk membuka lapisan dan simpul energi (chakra) di tubuh para murid pada saat akan naik jurus/tingkatan.

Secara sederhana, ilmu bela diri pernapasan Sinar Putih diutamakan menuju kepada 2 karakter/sifat, yaitu kesabaran dan ketenangan jiwa. Karena itu, yang terjadi adalah ‘pengosongan’ diri. Jadi, untuk mencapai tingkat teratas dari ilmu Sinar Putih, mutlak harus memiliki kedua sifat di atas.

 

*****

NB: Materi tulisan ini disalin dari blog Bapak Yoyo Subagio; diposting di sini setelah melalui proses editing dan interpretasi-ulang menurut perspektif penulis. Untuk menyimak tulisan aslinya, silakan mengunjungi https://yoyosubagio.blogspot.com/2014/04/sinar-putih.html.

*****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar