SEJARAH KEILMUAN SINAR PUTIH
Silsilah keilmuan dalam Lembaga Bela Diri (LBD) Sinar Putih "diyakini" bersambung kepada Syekh Syarif Hidayatullah alias Sunan Gunung Jati. Konon, beliau belajar kepada pamannya yang bernama Raden Walangsungsang (ada yang menyebut Raden Kian Santang) alias Sri Mangana Cakrabuana, pendiri Keraton Cirebon, yang juga putra dari Prabu Siliwangi. Namun, ini baru sebatas keyakinan, bukan klaim kesejarahan. Perlu dilakukan banyak riset mendalam guna menemukan bukti-bukti kuat yang mendukung kebenaran fakta sejarah.
Dikarenakan penyebarannya yang dilakukan
secara rahasia, maka keberadaan ilmu pernapasan ini tidak diketahui lagi
setelah era Sunan Gunung Jati. Barulah di kemudian hari, muncul kembali
melalui Abah Andadinata (lahir 1893, wafat 30
Januari 1969) yang memiliki darah menak
(bangsawan) Sumedang. Beliau lahir di Kampung Rancabayawak, Majalaya, sekitar
30 km ke arah tenggara dari Bandung.
Abah Andadinata |
Ilmu ini diperoleh dari para ulama, terutama dari Mama Ajengan Syekh H. Abdul Kahfi, seorang ulama di wilayah Petaruman, Tarogong, Garut. Yaitu berupa ilmu hikmah yang disebut Haqmaliyah. Sementara ilmu pencak-silat pertama yang dikuasai Abah Andadinata adalah Silat Peksi Muih, sebagai warisan dari keluarganya. Kelak di kemudian hari, inti dari Silat Peksi Muih ini berkembang menjadi Jurus Payung Rasul.
Ilmu hikmah lainya diperoleh dari
pengajian ta’lim di kediaman Mama
Ajengan Asep Samsudin, di
Kasepuhan Cirebon.
Berbekal petunjuk dari Mama Ajengan
Asep Samsudin, Abah Andadinata kemudian datang ke padepokan silat milik Juragan R. Haji Ibrahim, yang dikenal sebagai pendiri dan
pencetus ilmu silat Maenpo Cikalong. Di sana, beliau belajar gerakan Jurus 10 dari R. Hasan,
yang masih keluarga dari Juragan R. Haji Ibrahim.
Abah Andadinata, R. Hasan,
beserta Mama Endin (dari Samarang,
Garut) merupakan tiga serangkai murid Syekh H. Abdul Kahfi.
Tokoh Maenpo Cikalong lainnya yang
menjadi guru Abah Andadinata adalah Juragan
R. Haji Abdullah yang
mewarisi ilmu pencak-silat Sabandar dari gurunya, Moh.
Kosim (berasal dari
Pagaruyung, Minangkabau, Sumatera
Barat).
Pengaruh ilmu silat Bugis dan Madura didapat sewaktu Abah Andadinata bertualang di pesisir utara
Cirebon, di mana bermukim kelompok masyarakat yang merupakan keturunan para prajurit
Bugis dan Madura.
Para prajurit Bugis dan Madura yang menjadi
leluhur dari kelompok masyarakat di pesisir utara Cirebon tersebut adalah pengikut
Dipati Anom (Amangkurat Amral), salah seorang putra Sultan Mataram Susuhunan Amangkurat
I, yang menyingkir ke barat untuk meminta suaka kepada Sultan Cirebon. Ketika itu,
Dipati Anom tengah berseteru dengan ayahnya sendiri.
Selanjutnya, diperkaya lagi dengan ilmu
silat murni Maenpo Selah Eurih, warisan
dari Juragan R. Haji Soma. Pengaruh
silat Tiongkok Kun-tauw dan Mande diperoleh dari Mbah Khaer. Sedangkan pengaruh silat Betawi diperoleh dari Abang Madi dan Abang Kari yang tak lain adalah guru dari Juragan R. Haji Ibrahim.
Semua itu lantas digabungkan, diramu-padu dengan ilmu silat yang beliau miliki, hingga terciptalah jurus-jurus Sinar Putih seperti yang ada sekarang ini. Meskipun jurus-jurusnya berbasis kepada gerak pencak-silat, tetapi sesungguhnya jurus-jurus tersebut adalah ilmu bela diri pernapasan yang mengandung tenaga dalam.
Abah Andadinata kemudian mengangkat beberapa orang murid, yaitu Mang Suhendi, Mang Uwen, Mang Ulis, Sukabdjo, dan Dan Suwaryono. Dan Suwaryono (Pak Dan) adalah seorang wartawan pada sebuah surat kabar mingguan, yang juga merangkap dosen di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) Yogyakarta.
Dan Suwaryono (Pak Dan) |
Pak Dan sendiri mengajarkan ilmunya hanya secara terbatas di lingkungan kampung dan di kalangan anggota kegiatan pengajian di masjid. Baru kemudian di antara murid-muridnya, ada yang mendirikan perguruan silat terkenal. Antara lain, Drs. Aspanudin Panjaitan, mendirikan Prana Sakti pada tahun 1975. Kemudian ada Bapak Drs. H. Mudhoffar Ash-Shidiq, mendirikan Sinar Putih pada tahun 1980. Lalu ada tiga serangkai Ir. H. Andi Lala Baso, Sam Sumanta, dan Mukhtar Effendi, mendirikan Prana Sakti Jayakarta pada tahun 1989.
Ada lagi perguruan Satria Nusantara (pendirinya sekitar 15 orang, tetapi yang terkenal
adalah Drs. Maryanto), Al-Barokah, Indonesia Perkasa, Al-Ikhlas, Senam Nafas
Indonesia, Cahaya Suci, dan lain-lain.
Pada perkembangan inilah, terdapat pula beberapa orang murid Pak Dan yang ber-ijtihad menggabungkan ilmu pernapasan-murni
ini dengan bacaan dzikir tertentu.
Meskipun ilmu pernapasan ini kemudian dikenal
secara luas, namun penyebarannya masih tetap dari mulut ke mulut.
Adapun perguruan Prana Sakti yang didirikan oleh Drs. Aspanudin Panjaitan, adalah merupakan
perguruan pertama dalam aliran ilmu pernapasan ini, walaupun beliau bukanlah
murid langsung dari Pak Dan.
Pak Dan mengangkat Bapak Drs. H. Mudhoffar Ash-Shidiq sebagai murid terakhir. Sebelum akhir hayatnya, Pak Dan memberikan kunci dan cara pengembangan keilmuan kepada Bapak Mudhoffar. Hal itu adalah berkat kesetiaan dan keikhlasan Bapak Mudhoffar dalam mengurus guru beliau. Sehingga kemudian terbukalah ‘rahasia’ bahwa ilmu Payung Rasul yang bersifat semi-bertahan-aktif bukanlah ilmu tertinggi, akan tetapi merupakan jurus awal keilmuan menuju Ilmu-ilmu selanjutnya yang bersifat menyerang-aktif dan dapat dilontarkan tanpa harus ‘menunggu’ emosi lawan.
Drs. K.H. Mudhoffar Ash-Shidiq |
Pada tahun 1980, Bapak Mudhoffar mendirikan Lembaga Bela Diri (LBD) Sinar Putih. Selain mengembangkan dan mengajarkan ilmu pernapasan yang diperoleh dari Pak Dan (yang di kemudian hari disebut Kelompok B), Sinar Putih juga mengembangkan dan mengajarkan ilmu silat khas (sekarang di sebut Kelompok A).
Tingkatan jurus dalam Ilmu Pernapasan Sinar Putih cukup banyak, dan membutuhkan waktu lama hingga puluhan tahun untuk dapat menyelesaikannya. Dan berdasarkan keputusan pengurus LBD Sinar Putih Pusat, penelitian secara ilmiah hanya boleh dilakukan sampai tingkat Jurus Payung saja.
Sedangkan untuk mempelajari
ilmu Sinar Putih, dasar awalnya adalah menguasai Jurus Payung terlebih dahulu. Baru kemudian bisa mempelajari
tingkatan jurus ilmu Sinar Putih selanjutnya, yaitu: Bayu Pamungkas (12 tingkat), Payung
Rasul, Al-Manazil (7 tingkat), Sungkup, Panglayungan, dan seterusnya.
Panglayungan adalah jurus
khusus yang hanya diberikan kepada anggota/warga Sinar Putih yang terpilih,
karena jurus ini berfungsi untuk membuka lapisan dan simpul energi (chakra) di tubuh para murid pada saat akan naik jurus/tingkatan.
Secara sederhana, ilmu bela
diri pernapasan Sinar Putih diutamakan menuju kepada 2 karakter/sifat, yaitu kesabaran dan ketenangan jiwa. Karena
itu, yang terjadi adalah ‘pengosongan’ diri. Jadi, untuk mencapai tingkat
teratas dari ilmu Sinar Putih, mutlak harus memiliki kedua sifat di atas.
*****